Logo
Orang Biasa, Kualitas Tidak Biasa
Tanggal Post

14 September 2019

Author
Admin
Kategori
Pendidikan
orang-biasa-kualitas-tidak-biasa

“Orang biasa dengan kualitas tidak biasa“. Ini adalah sebuah refleksi dari penulis terhadapan kegiatan pertemuan Tim Pastoral dari Yayasan Prasama Bhakti dan Yayasan Widya Bhakti. Dua yayasan ini mencoba mengevaluasi diri menganai retret yang sudah berjalan selama ini. Pertemuan yang diadakan di hotel Bumi Indah Makmur, Lembang tersebut mencoba melihat lebih tajam apa permasalahan dan solusi yang ditawarkan  di dalam mendampingi retret, baik itu SD, SMP maupun di SMA. Hadir sebagai tamu, tiga perwakilan guru dari Yayasan Prasama Bhakti, yakni dan Ibu Maria Hilde Gunde Tael yang sering dipanggil Miss Merry (perwakilan dari TB-TK), Bpk Eventus Ombri Kaho  atau yang dikenal sebagai Pak Ombri (perwakilan dari SD) dan ibu Jeany Haryati yang biasa disapa dengan panggilan Ibu Jeany (perwakilan dari SMP). Pertemuan yang diadakan pada tanggal 18- 20 Juli 2019 ini menjadi pertemuan yang penuh makna. Mengapa tidak? Karena pertemuan ini tidak hanya membahas mengenai apa itu retret, tujuan dari retret, melainkan bersama-sama mengevaluasi diri.

Di awali dengan doa bersama yang dipimpin oleh Suster Imma, OSU dan dibuka oleh Suster Maria Sani, OSU. Suster Maria mencoba memberikan beberapa arahan terkait dengan pertemuan Tim Pastoral, yaitu sebagai berikut. Yang pertama adalah tentang kasih yang diberikan Tuhan kepada kita dan kasih itu sangat luas. Maka, semestinya anak-anak dididik dengan kasih, bukan sebuah formalitas. Yang kedua, ilmu pengetahuan boleh maju, tapi spiritualitas terutama mengenai Santa Angela jangan sampai hilang.  Yang ketiga, pastoral menjadi penjaga api atau menjadi penjaga spiritualitas Santa Angela, jangan sampai nilai-nilai Santa Angela pudar atau bahkan hilang. Dan yang ke empat, anak-anak diarahkan untuk menjadi manusia integral yang pintar dan memiliki moral, iman dan kasih. Setelah mendapat peneguhan dari Suster Maria, dilanjutkan dengan sharing dari Suster Imma, mengenai pengalamannya ketika belajar di Civita Youth Camp. Ada banyak metode yang dipakai di sana, dan metode-metode itu diharapkan dapat mempermudah anak untuk bisa menemukan suatu perubahan diri mereka. Dalam sharingnya, Suster Imma mengatakan bahwa ada empat aspek yang selalu ditekankan oleh pihak Civita Youth Camp, yakni ketenangan, kerjasama, kedisiplinan dan keterbukaan. Setelah suster Imma membagikan pengalamannya, beliau lalu mempersilakan peserta yang hadir untuk bertanya atau ikut membagikan pengalamannya masing-masing.

Waktu berjalan begitu cepat, pembahasan mengenai materi semakin mendalam dan semakin banyak games-games yang dimainkan. Para peserta mulai berbagi pengalaman. Salah satunya adalah Pak Aman, seorang guru fisika di SMP Santa Angela, yang berbagi cerita mengenai pengelamannya dalam mendampingi retret. Bahwa seorang pembimbing retret tidak harus seorang guru agama. Yang terpenting adalah guru tersebut memiliki iman dan kasih. Tanpa itu maka, walaupun pembimbing retret tersebut adalah seorang pemberi retret professional, hasilnya tidak memberi dampak pada anak-anak. Dan seorang pemberi retret bukan narasumber ataupun pemateri, melainkan sebagai pembimbing, yang mau membimbing anak-anak menuju pada Tuhan dengan moral yang baik.

- E. Ombri Kaho -